Sumpah Aku Pemuda yang Ingkar

Lembaran-lembaran sepi dieja dengan sunyi dan teliti.
Bait-baitnya risau, penuh resah.
Yang tak biasa akan ragu.
Terbelenggu sukar terjebak belukar keramaian.

Lirih jeritan tangis ibu pertiwi
Meronta diperkosa anaknya sendiri
Tanah airnya luluh lantak
Diinjak kapitalis, kolonialis, juga pribumi lupa diri
Tak terpungkiri, tubuhnya tertanam disini
Tumbuh disini, dirawat disini

Mudahnya rusuh, diadu domba
Sesama anak asuhnya
Dipermainkan oleh kepentingan mereka
Ragu, rekah harapan yang pasrah
Akan tanah yang tak lagi basah
Oleh air yang tergantikan air mata
juga darah, keringat buruh tani
Yang hasilnya untuk makanan penindas
Sungguh kandas, harapku lepas.

Ku bernyayi dimarahi, ku bicara dibungkam, lara tak kunjung reda
Apa yang harus kita lakukan, jika bukan melawan!
Sepi bersimilir nun jauh disana, bersama ombak serat angin yang berpadu menjadi orkestra semesta. Memberi pesan nyata bahwa Ibumu sedang diperkosa oleh anaknya sendiri..
Tangis bukan air mata, darah keringat terkucur nyata. Dimanakah juru selamat? Bukankah Kita sendirii? Sebentar lagi hari sumpah pemuda, janji yang puluhan tahun teringkari. Bersambung..
Amdba
Cirebon, 27 Oktober 2018

Comments

Popular posts from this blog

Rumah dan Pulang

Another

Tabah