Demi Masa

Puisi Demi Masa
(Terinspisari Surat Al-Ashr)
.
.
Demi Masa

Semburat asa,
Menyeruak di akhir masa.
Fajar dan senja;
Singgah bergantian pada cakrawala,
Sederet kisah menyapa
Merayu dan membercak di jiwa.

Akhirnya: Kita hidup hanya satu kali kesempatan, yang seolah punya banyak pilihan. Padahal kita tidak memiliki pilihan
apapun. Kita tidak dituntut untuk memilih antara kesedihan atau kebahagiaan, antara teman atau kesibukan, antara belajar
atau pekerjaan, antara menabung atau memanfaatkan, antara
dilupakan atau melupakan, antara tinggal atau meninggalkan,
antara diri sendiri atau sesama, antara asmara atau kata-kata.
Satu kali kesempatan yang membuat kita terperangkap di dalamnya. Kita hanya dituntut untuk bagaimana cara menyikapi hidup; dengan keluh kesah atau menyikapi dengan
Indah.

Kita selalu bersembunyi di balik cerita karangan kita sendiri
demi pembenaran atas segala laku kita. Kita membuat banyak
alasan sampai kita tersesat sendiri. Kita membuat sekat yang
memenjarakan jiwa kita sendiri.
Kita mencipta pedang untuk menghujam jantung kita sendiri.
Kita mencipta listrik untuk meradiasi tubuh kita sendiri.
Kita melakon baik untuk mencaci keburukan kita sendiri.
Kita menjunjung norma dan nilai untuk
menutupi aib kita sendiri.
Kita menegak kebenaran untuk membela kesalahan kita sendiri.
Kita hanya berdalih, memutar
masa demi masa kita sendiri.

Asa telah jera,
Masa melesat takterkendali sangka.
Ego kian bijaksana,
Sunyata bajik di sini.

Jiwa terpatah-patah,
Kepingannya hanya kisah.
Bahan bualan bagi saudara sedarah.

Akhirnya: kita menyadari betapa kita sudah jauh dari sejati, dari kemurnian, dari substansi. Kita mencemari diri kita sendiri. Kita takluk oleh rasa kita sendiri, kita tunduk oleh akal dan pikiran kita sendiri. Terjebak dalam ilusi dan peran retorika sedemikian rupa. Terpenjara oleh penyesalan masa lalu, terhalang ketakutan masa depan, hingga lupa pada masa paling berharga, adalah masa sekarang.

Kita tidak pernah punya pilihan. Kita hanya memecah hidup dengan ilmu pengetahuan, dengan bahasa dan budaya, dengan agama dan negara. Kita berdebat antara akhlak dan etika kita lupa menjalankannya. Kita membedakan ibadah dan perbuatan. Kita menciptakan berbagai macam ranah; biologi, sosial, agama, ekonomi, fisika, hukum, sepiritual, mental, jiwa, raga, sejarah, politik, bahkan tuhan. Semakin banyak saja alasan untuk kita bertengkar, semakin banyak pula alasan untuk kita tidak saling menjaga. Kita tidak pernah punya pilihan selain menyikapi hidup dengan keluh kesah atau menikmati dengan indah.

Demi masa,
Sesungguhnya manusia kerugian.
Kecuali;
Yang tulus dalam laku,
dan sabar pada tentu.

MAN

Comments

Popular posts from this blog

Rumah dan Pulang

Another

Tabah