Revolusi Pemikiran Islam : Jejak Ali Syari'ati Mengartikulasikan Islam Progresif sebagai Ideologi Pembebasan
Islam lahir secara progresif dalam upaya merespon problem-problem masyarakat dan memimpin masyrakat untuk mencapai tujuan-tujuan dan cita-cita yang berharga. Dalam hal ini, Islam dipahami sebgai sebuah pandangan dunia yang konprehensif dan diposisikan sebagai “agama pembebasan” yang concern dengan isu-isu sosial politik, seperti penindasan, diskriminasi, ketidakadilan dan sebagainya. Ini berarti Islam membangun konstruksi peradaban baru yang progresif, partisipatif, tanpa penindasan dan ketidakadilan
Agama adalah suatu ideologi, the way of life, merupakan paradigma baru yang mana dapat mengantarkan orang kepada komitmen untuk membebaskan individu dari belenggu-belenggu di luar dirinya. Agama harus ditransformasikan dari ajaran etos/etis personal menjadi gerakan revolusioner untuk mengubah tatan masyarakat yang diridhoi oleh Allah Swt. Islam bukan hanya sekedar mengurusi hal-hal fiqih dan ibadah mahdah saja namun diperlukan juga adanya reinterpretasi mengenai keimanan bukan hanya iman taklid namun harus mampu dalam iman hakikat seperti yang diejawantahkan dalam kitab Al-Hikam oleh Ibn. Athaillah. Agama islam sebagai ideologi harus mampu menjadi ideologi yang modern, orisinal, dan progresif guna membebaskan dari kedzaliman para penguasa.
Sebelumnya saya akan menegaskan bahwa dalam tulisan ini saya adalah pemikir bebas yang akan berusaha menunjukkan kepekaan yang paradoksal. Mungkin kaum-kaum skripturalis yang berpandangan ahistoris terhadap teks-teks suci akan menuduh tulisan ini telah mengaburkan dan menafsirkan AL-Quran dan sunnah secara bebas, menurunkan valuenya dengan menyerukan kepada para "pemikir yang tercerahkan" untuk mengubah tatanan sosial yang usang menjadi tatanan baru yang antroposentris. Seperti Ali-Syariati pemikiran liar seperti ini hanyalah bentuk sederhana dari pendekatan instrumental terhadap iman yang didasarkan atas pertimbangan keyakinan para individu. Apa yang dituliskan disini bukan hal metafora tentang kepahlawanan yang menyuarakan perlawanan dan memenangkan kebaikan atas kekuatan jahat yang sangat dzalim namun hanya sebatas reminder sebagai para kaum-kaum intelektual-aristrokrat muslim untuk membela kaum-kaum mustadzafin.
Tema sentral dalam tulisan hal ini mengenai tradisi kemanusiaan dan penceraha pemberdayaan potensi diri untuk hidup secara emansipasif, harmonis, dan sejahtera melalui cara berfilsafat yang benar. Ketidak adilan, kedzaliman, penghianatan merupakan gejala penyakit sosial yang integral dengan kegagalan emansipasi manusia. Islam merupakan jawaban dari marxisme dan kapitalisme. Konflik dialektis dan determinasi historis oleh marxisme, teori Hegel mengenai kontradiksi antar ide, pencerahan rasional ala liberalisme barat juga diadopsi dalam Islam Progresif untuk menjadi penawar atas penyakit yang ada dalam masyarakat, hal ini merupakan jawaban dari bahaya yang ditimbulkan oleh agama yang terlembagakan.
Saat ini Islam hanyalah sekumpulan dogma untuk mengatur bagaimana beribadah, tetapi tidak menyentuh sama sekali secara efektif untuk menegakkan keadilan, strategi melawan kezaliman atau petunjuk untuk membela kaum tertindas (mustazh’afin). Oleh karenanya, banyak penguasa memanfaatkan pemahaman Islam yang demikian itu untuk mencari justifikasi keagamaan atas berbagai kebijakan yang diambilnya yang dirasa menguntungkan. Tentu hal ini selaras dengan pentingnya pemimpin yang benar dalam masyarakat seperti yang tertuang dalam ayat Al-Quran dan Hadist berikut :
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْ
Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"." (QS. Al Baqarah: 30).
«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: "Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadist di atas setiap manusia adalah pemimpin (khalifah) serta harus menjadi manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan sifat-sifat agung Tuhan yang ada di dalam dirinya, dan mampu untuk terus beradaptasi. Seorang khalifah harus mempunyai kesadaran akan eksistensi dirinya sendiri dan dunia, memiliki kemampuan untuk memilih secara rasio dan naluri. Setelah pemimpin ada juga cendekia-cendekia muslim sebagai insan ulil albab yang mampu untuk berevolusi, membebaskan dirinya dari determinisme naturalis, historis, sosiologis, tatanan social, dan tradisi dengan bantuan ilmu pengetahuan.
Bagi
Dia, Tauhid berarti keesaan (oneless)
Bagi
kita, Tauhid adalah kesatuan (unity)
Kepadanya
Tauhid berarti penghambaan
Kepada
kita, Tauhid bermakna pembebasan
Untuk
Dia, Tauhid adalah pemujaan tanpa syarat
Untuk
kita Tauhid adalah persamaan tanpa kelas
- - Ali Syariati
Bersambung…
Comments
Post a Comment