Melawan Relasi Agama dan Negara

Permasalahan kemanusiaan yang dihadapi dari zaman ke zaman adalah bagaimana cara mengatur tatanan kehidupan dan siapa yang berperan dalam menata kehidupan tersebut. Kita sering menjadikan agama dan negara sebagai tolak ukur tatanan kehidupan. Agama secara sempit merupakan sistem terpadu, terdiri dari kepercayaan, dan praktik yang berhubungan dengan hal-hal suci. Sedangkan negara merupakan suatu wilayah yang memiliki aturan bertingkah laku masyarakat yang tinggal di dalamnya. Meskipun keduanya acap dijadikan tolak ukur, tak jarang dari keduanya pertentangan dalam kehidupan terjadi.

Pertanyaan yang timbul kemudian adalah agama yang dimaksud itu sebagai lembaga? kepercayaan? atau organisasi politik? Kemudian disambung dengan relasi antara agama dan negara atau agama dengan politik? Apakah relasi keduanya hanya berhubungan dengan kekuasaan semata?

Dalam coretan ini mungkin tidak akan menjawab secara tersurat namun pembaca berhak dan bebas untuk menafsirkan tulisan radikal ini.

Permulaan

Pada dasarnya agama menganjuran kemaslahatan dan tidak menyusahkan orang lain. Agama memberikan pesan untuk meningkatkan nilai kemanusiaan seseorang, dengan adanya perintah dan larangan. Agama dan negara, pada prinsipnya, memiliki kesamaan tujuan dalam meningkatkan nilai kemanusiaan. Pertemuan agama dan negara kadang tak selalu baik. Kita dapat belajar dari pengalaman sejarah pada abad ke-18 di Rusia. Pada saat itu, agama dan negara selalu sejalan. Tetapi sejalannya agama dan negara pada masa itu, menjadi ancaman bagi umat manusia. Kaum agamawan seringkali menggunakan dalih Tuhan untuk memaksa manusia menjalani kebijakan yang dilahirkan para politisi. Tak jarang, agamawan dan politisi kongkalikong dalam menerapkan hukuman. Dalam membongkar hubungan picik antara dua golongan tersebut, Mikhail Bakunin adalah tokoh terdepan. Bakunin adalah seorang anarkis revolusioner Rusia dan seorang Aktivis yang berpengaruh, sekaligus pendiri filsafat anarkisme. Aktivitas Bakunin membuatnya menjadi seorang ideolog paling terkenal di Eropa ketika itu. Kisah heraoisme tokoh ini berawal dari pelariannya ke Eropa Barat karena aksi protesnya pada Tzar Russia. Ia tetap melakukan protes dan perlawanan kepada pemerintah di tempat pelarian itu. Meski memiliki tujuan perlawanan yang sama dengan Karl Marx, Bakunin berbeda dengan tokoh komunis itu. Filsafat anarkismenya memiliki keunikan dalam aksi-aksinya.

Agama dan Negara
Bakunin mengkritisi padangan umum penciptaan umat manusia. Pandangan umum penciptaan mengindikasikan tuhan yang kesepiaan. Pandangan umum penciptaan manusia, dalam pandangan Bakunin, mengarah pada rencana tuhan yang menciptakan manusia untuk menjadi budak, ketika manusia tidak diizinkan mendekati pohon larangan, yang menjadi sebab hadirnya manusia di bumi. Larangan Tuhan untuk tidak memakan buah pohon larangan, berarti penjauhan manusia dari pengetahuan. Demikian membuat manusia selalu miskin ilmu, tunduk, dan patuh kepada Tuhan. Kemudian munculah pemberontakan manusia, dengan memakan buah pengetahuan. Pemberontakan tersebut adalah upaya berpikir pertama umat manusia. Cara berpikir di atas berbeda dengan pandangan umum ketika itu, yang mengatakan penciptaan manusia adalah keadilan Tuhan. Cara berpikir kebanyakan tersebut, menurut Bakunin, adalah salah satu upaya agamawan membodohi manusia demi kepentingan mereka. Seiring itu pula, Bakunin mengkritisi negara. Pengalaman sejarah menunjukkan, para penguasa agama dan negara sering kali memanfaatkan kekuasaannya untuk memperbudak dan menipu masyarakat. Para agamawan dan pemerintah terus menanamkan keyakinan-keyakinan mereka kepada masyarakat, sehingga terbangun nilai-nilai yang melemahkan akal sehat. Pikiran masyarakat terkekang oleh keyakinan agamawan dan penguasa negara. Dalam buku Tuhan dan Negara, Bakunin menolak segala bentuk otoritas dan penindasan. Bakunin mengkritisi agama dan negara yang menjadi penyiksa, penindas, dan pengeksploitasi umat manusia. Bakunin melihat, negara menjadi instrumen oleh segelintir orang yang berkuasa, untuk memanfaatkan mayoritas rakyat. Dalam memanfaatkan rakyat, tak jarang agama menjadi sekutu. Agama menjadikan penghambaan umat manusia kepada Tuhan sebagai bentuk penundukan.

Bakunin Membongkar Persekutuan Agama dan Negara

Bakunin menyatakan perang total melawan agama dan negara. Bakunin menyerukan, jika manusia ingin merdeka, mereka harus melepaskan kekang penindasan ganda dari otoritas spiritual (agama) dan negara. Dalam melaksanakan tugas ini, manusia harus memanfaatkan dua kualitas berharga yang telah diberikan kepada mereka, yaitu, kekuatan untuk 1) berpikir, dan 2) pemberontakan. Kedua kualitas itu yang harus diarahkan untuk melawan “Tuhan dan Negara”. Ketika mereka telah mengarahkannya pada pemberontakan, maka muncullah Eden (surga) baru bagi umat manusia. Surga dalam era kebebasan dan kebahagiaan. Lebih lanjut, dalam buku God and The State ini Bakunin menunjukkan tiga jalan keluar manusia dari kongkalikong yang merusak kesenjangan sosial yaitu 1) gereja, 2) bar, dan 3) revolusi sosial. Dua yang pertama bersifat fantasy dan yang terakhir bersifat real. Melalui Gereja dan Bar manusia dapat menghilangkan kesenjangan sosial mereka. Bakunin lebih memilih cara yang ketiga sebagai jalan keluar dari kongkalikong agamawan dan politisi negara. Revolusi sosial menjadi suatu cara yang ampuh untuk keluar dari kepercayaan agama yang menindas. Melalui revolusi sosial, dua jalan keluar lain yang bersifat fantasi dapat dihilangkan. Revolusi sosial membuat masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak memiliki kepercayaan pada tuhan yang memperbudak manusia. Maka tak heran, Bakunin dikenal dengan selogannya yang khas, “Jika Tuhan ada, maka manusia adalah budak". Artinya, jika manusia ingin bebas, maka Tuhan tidak boleh ada.” Tidak boleh lagi ada “tuhan yang memperbudak.” Seiring itu, Bakunin berkeinginan mewujudkan konsep liberty, yang menjunjung tinggi kebebasan sosial. Liberty berarti setiap orang mempunyai hak asasi yang sama dan terlibat dalam proses produksi yang sama. Liberty berkonsekuensi pada akses yang sama pada semua fasilitas pendidikan, pelayanan, dan lain-lain. Liberty adalah perlawanan atas segala bentuk otoritas yang dimiliki oleh segelintir orang.

Pada buku God and The State Bakunin berbicara soal negara. Melalui buku tersebut Bakunin hadir sebagai nabi untuk kalangan buruh dan kaum intelektual radikal Eropa dengan gerakan revolusionernya, yang kemudian disebut Anarkisme. Namanya melejit dan sama terkenalnya dengan Karl Marx, kedunya sama-sama berjuang memperebutkan kepemimpinan oraganisasi internasional pertama. Menjadi pembeda dari Marx, Bakunin lebih memilih menenggelamkan dirinya pada lautan pergerakan bukan berenang sebagai teoritis pemberontakan seperti Marx. Sebagai pejuang revolusioner ia meninggalkan jabatannya sebagai seorang militer dan kebangsawanannya. Sejak tahun 1840 ia mewakafkan hidupnya untuk berperang melawan tirani seperti apa pun bentuknya.
Kesukaannya sebagai petualang di luar perpustakaan ia meluapkan kegembiraannya dengan ikut aksi 1848. Kemudian ia tumbuh sebagai tokoh Promethean yang tumbuh bersama pasang surut pemberontakan mulai dari Paris hingga brikade-brikade Prusia dan Jerman. Sederhananya, “yang tumbuh dalam musim badai dan didewasakan tornado jauh lebih baik daripada hidup dibawah sinar matari”. Bakunin memandang negara dan agama mempunyai relasi yang sama, dimana agama dan negara mempunyai misi sama untuk menindas manusia. Terbukti dari pandangannya terhadap kisah Adam dan Hawa yang dilarang untuk mendekati pohon pengetahuan. Kata Bakunin pelarangan tersebut usaha Tuhan agar manusia selalu miskin dari segala kecerdasan dan pengetahuannya, serta selalu tunduk patuh dihadapan Tuhan. Darisanalah muncul langkah-langkah setan, pemberontak abadi, pemikir, dan emansipatoris pertama dunia. Begitupun dengan negara, dari sejarah nenek moyang manusia itu para penguasa agama dan negara memanfaatkan kekuasaannya mengabadikan perbudakan bangsa-bangsa. Sehingga tak diragukan lagi penguasa agama dan negara lebih mudah menipu masyarakat.
Namun para penguasa agama dan pemerintah mengajarkan kutukan terhadap Adam dan Hawa tersebut merupakan penunjukan keadilan dan merupakan perbuatan agung Tuhan. Dari penanaman ini pemerintah dengan dalih “pengadaban manusia” sebenarnya sedang meracuni manusia secara sistematis dan membodohi yang penuh dengan kepentingan. Bagi Bakunin untuk pembangunan manusia ada tiga prinsip fundamental yang lebih esensial. Pertama, sifat kebinatangan manusia; kedua, pemikiran; dan yang ketiga, pemberontakan. Dari ketiga perinsip tersebut berturut-turut menyentuh kondisi individu dan sosial, pengetahuan atau sain, serta kebebasan. Sangat disayangkan oleh Bakunin dari tiga hal tersebut tak pernah disentuh oleh kaum borjuis, agamawan, politisi, ekonom, idealis dan yang lainnya. Bahkan sering melukai hati manusia dengan menganggap manusia yang cerdas, kreatif, inspiratif, aspiratif yang tak terbatas dianggap sebatas manusia yang tak lebih dari makhluk-makhluk lain di bumi. Sehingga pembodohan secara sistemik terus digencarkan oleh pemerintah. Dengan bersekutu dengan kaum agamawan agar terus beriman kepada Tuhan sang pencipta, hakim, pengatur, juru selamat, dan pemberi rezeki bagi dunia yang keyakinan ini banya disebar pada kaum proletariat pedasaan dari pada proletariat kota. Gerakan ini sebagai dalih agar masyarakan jauh dari kegiatan intelektual dan bacaan, serta dari segala hal yang merangsang kuriositasnya untuk lebih berkembang dan maju. Racun pikiran dalam segala bentuk terus ditanamkan oleh para agamawa dan pemrintah, sehingga terbangun tradisi-tradisi yang acap kali melemahkan akal sehat masyarakat. Dalam arti lain kehidupan mereka terbatasi bagaikan seorang tahanan tanpa cakrawala, tanpa hasil, bahkan tanpa masa depan. Kata Bakuni ada tiga metode untuk memusnahkan kesenjangan sosial semacam ini. Yang dua bersifat fantasy (Gereja dan Bar) dan yang satu lagi bersifat riil (revolusi sosial). Melalui Gereja dan Bar manusia bisa menghilangkan sejanak permasalahan soasia denga pesta pora pikiran dan pesta pora pikiran. Dan melaui revolusi sosial, kata Bakunin, merupakan langkah nyata dan lebih kuat untuk membunuh kepercayaan atas agama dan kebiasaan buruk. Dalam rangka mengganti kesenangan-kesenangan ilusionis dan brutal dari penyimpangan tubuh dan spiritual. Artinya, melalui revolusi sosial kekuatan untuk menutup geraja dan bar secara tuntas. Sekaligus dengan cara ini masyarakat akan menyatu menjadi satu kesatuan yang utuh. Sampai pada akhirnya sudah tidak memiliki kepercayaan. Kecuali kepercayaan bersama bahwa sebagai hamba Tuhan, manusia hanya menjadi hamba gereja dan negara, sepanjang negara ditasbihkan oleh gereja. Sehingga terbentuklah idiom dari merka “Jika Tuhan ada, maka manusia adalah budak. Artinya, jika manusia ingin dan harus bebas, maka Tuhan tidak boleh ada.”
Pertanyaan seriusnya kemudian, dengan kembali pada kasus pada alinea pertama. Jika para revolusioner melakukan absurditas yang sama dengan pemerintah akan dipercayakan kepada siapa negara ini?

Comments

Popular posts from this blog

Rumah dan Pulang

Another

Tabah